Hari ini si adik libur karena Rabu sore sampai Kamis pagi kemarin mabit. Jadilah si kakak berangkat dan pulang sendirian. Cuaca juga bersahabat, jadi cukup naik motor saja antar jemputnya.
Momentum di perjalanan adalah waktu-waktu terbaik untuk berbincang dengan anak. Seperti kisah Rasulullah saat memberi nasihat pada Abdullah ibnu Abbas yang pernah kubaca di sini
Sejak tahu tentang kisah tersebut, kami selalu berusaha membuat momentum perjalanan bersama anak menjadi sesuatu yang tak hanya menyenangkan, tapi sekaligus menjadi tambahan waktu untuk berdialog iman.
Seringkali kami sebagai orang tua yang menyampaikan nasihat, tapi tak jarang pula anak-anak yang justru memberi pelajaran untuk kami.
Perjalananku dengan anak keduaku siang tadi salah satunya.
Di Kuttab, kisah menjadi makanan sehari-hari yang senantiasa disampaikan oleh asaatidz kepada para santri. Pun di hari Jum'at, di mana anak-anak tidak ada waktu khusus belajar selain menyimak tasmi' dari santri yang sudah menyelesaikan ujian satu juznya, berkisah menjadi hidangan spesial yang tetap disajikan, bahkan secara khusus.
Dan dalam perjalanan sepulang belajar hari ini, anakku menceritakan ulang tentang kisah beserta hikmahnya yang dia dapatkan.
Karena anakku bercerita dalam versi bahasanya dia, aku coba untuk meringkasnya di sini.
Orang Berilmu Pun Membutuhkan Nasihat
Pada suatu masa ada seorang alim yang larut dalam kesedihan sebab wafatnya sang istri. Kesedihannya sangat berlarut-larut sehingga dia menutup majelis ilmunya cukup lama.
Suatu hari, seseorang datang mengetuk pintu rumahnya. Karena diketuk berkali-kali dengan pantang menyerah, akhirnya orang alim tersebut membukakan pintunya.
"Ada perlu apa wahai, Fulan?"
"Aku mempunyai pertanyaan yang cukup penting dan aku butuh jawaban."
Disuruhlah si Fulan masuk dan menyampaikan pertanyaannya.
"Aku memiliki sesuatu yang dipinjamkan oleh orang lain untukku. Sesuatu itu sudah sangat lama berada di tanganku, sehingga aku sudah merasa memilikinya. Apakah aku harus mengembalikan sesuatu iti kepada pemilik yang sebenarnya?" tanya si Fulan.
Orang alim tersebut menjawab, "Tentu saja kamu harus mengembalikannya, sebab dia lebih berhak atas sesuatu itu daripada kamu."
Orang alim ini kemudian sadar bahwa seperti itu pulalah yang terjadi pada dirinya. Istrinya adalah sesuatu, yang Allah pinjamkan kepadanya untuk waktu yang lama sehingga dia merasa memiliki. Meski demikian, tetap saja Allah yang lebih berhak atas istrinya, sebab Allah adalah pemilik dari segala sesuatu, termasuk istrinya.
Kemudian orang alim itu berkata kepada Fulan. "Seperti istriku, sekarang dia sudah kembali menjadi milik Allah."
Ada dua pelajaran yang terkandung dari kisah tersebut:
1. Bahwa seorang yang berilmu pun masih membutuhkan nasihat dari orang lain.
2. Memberi nasihat ada adabnya, antara lain: tidak disampaikan sembarangan, tidak dengan kata-kata yang kasar/vulgar, tidak menyakiti hati atau menyinggung perasaan orang yang dinasihati. Seperti si Fulan yang datang dengan membawa pertanyaan, namun sejatinya dia datang untuk memberi nasihat kepada si orang alim.
Demikianlah percakapan ringan tapi dalam yang terjadi dalam perjalanan pulang tadi siang. Semoga kita dapat mengambil hikmahnya.
- Semarang, 11032022 -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar